Sepeda, sang mesin yang memberikan kekuatan fisik dan mental kepada manusia untuk melintasi jarak dan waktu sedang dirayakan dengan akbar pada hari itu sabtu 22 April di Tasikmalaya.
Dari info yang saya dapat. 3000 an serdadu gowes dari seluruh penjuru jawa dan pulau lain menuju satu titik di tasikmalaya pagi itu, alun-alun kota yang menjadi start TDP 8. Young guns dan veteran dengan wajah-wajah antusias berbaris memadati jalanan sebelum garis start.
Selesai subuh. Saya bergegas membereskan sepeda, bekal dan alat-alat yang perlu dibawa ke dalam tas shimano di rak belakang sepeda.

Matahari baru terbit saat saya keluar hotel Setuju tempat saya menginap malam sebelumnya. Lokasi hotel yang lumayan jauh 3.5 km dari start akhirnya saya dapatkan satu minggu sebelum event TDP8 saat hotel-hotel lain yang lebih dekat dari start sudah fully booked.
Saya lirik jam di tangan sudah pukul 6.15 saat sepeda saya kayuh menuju hotel wijaya kusumah untuk menjemput om Broto lalu lanjut ke mesjid agung tasik, menemui rekan-rekan goweser dari Komunitas Gowes Cileungsi KGC. Pagi itu kami ber dua belas siap mengikuti TDP 8.


Kumpul sejenak, sarapan dan briefing kami lalu menuju titik start di sebelah alun-alun yang cukup dekat dari masjid.


Ratusan dan mungkin ribuan nantinya goweser sudah dan akan berkumpul di dekat alun-alun sabtu pagi itu. Dari rundown panitia bendera start rencana nya akan dikibarkan pukul 7.30 pagi. Namun dari pukul 7 kurang sedikit kami sudah tiba di sana.
Kemeriahan sangat terasa, antusiasme goweser untuk menjalani rute klasik TDP 8 terlihat di wajah-wajah peserta. Ada beberapa lady goweser yang memakai kebaya sekaligus untuk memeriahkan hari kartini yg jatuh sehari sebelumnya.

Ajang ini juga menjadi semacam reuni dan wadah silaturahmi antara teman lama yang tidak pernah bertemu dan gowes bareng sebelumnya. Seperti saya yang di event ini berkesempatan bertemu dengan om Ipung, mantan rekan kerja di kantor saya yang lama. Semua bicara tentang sepeda, tentang rute. Saya mendengarkan bincang-bincang para senior gowes dalam umur dan pengalaman, tidak ada yang berbicara tentang sakit tahunan yang diderita, encok yang kadang menyerang sendi, atau curcol sedih apapun itu. Semua orang-orang yang saya lihat di sana kompak berbicara tentang sepeda dan kesibukan komunitas nya saat weekend.
Akhirnya pukul 8 pagi bendera start dikibarkan. Diiringi raungan sirene motor polisi Kang Emil secara simbolis memulai kayuhan pertama TDP8 ini sejauh 1 km. Lalu peserta pun resmi menjalani rute tasik pangandaran ini.
Walaupun rute tahun ini masih sama dengan rute tahun lalu, namun buat goweser setiap rute selalu merupakan kilometer yang baru. Dengan suasana baru dan teman yang baru.
Tidak seperti TDP dua tahun lalu yang saya ikuti apa adanya. Tahun ini saya pelajari elevasi rutenya melalui website GPS Equalizer. Saya catat di kilometer mana tanjakan ekstrem tepung kanjut dan Emplak berada. Karena saya tahu, di setiap event touring selalu saja ada dua tipe goweser ekstrem. Ekstrem pertama adalah yang berlatih rutin dengan keras untuk mencapai hasil tercepat. Ekstrem kedua adalah goweser dengan persiapan secukupnya dan berharap mendapat pengalaman terbaik yang berkesan bagi dirinya. Saya berada diantara keduanya. Saya pelajari kesulitan-kesulitan yang dapat muncul dan berharap semua berjalan baik hingga titik finish. Target tambahan: lebih cepat dari catatan tahun lalu.
Rute kali ini sepanjang perjalanan selalu dinaungi oleh sinar mentari yang cerah dan berubah menjadi terik yang menyengat saat siang. Batas kota tasik pun terlewati, lalu kota ciamis, lalu kota banjar. Penduduk setempat juga antusias menonton TDP8 ini terutama anak-anak kecil yang selalu minta toss tangan kepada setiap goweser yang lewat.
Logistik tidak ada masalah sepanjang rute. Mini market dan warung penduduk bertebaran di sepanjang perjalanan. Saya lirik jam di tangan sudah pukul 10 saat tanjakan Tepung Kanjut terlewati.
Bersyukur kondisi badan masih fit saat melewati Tepung Kanjut. Sepeda terus saya arahkan hingga pos pertama di banjarsari setelah menempuh 60km. Saya tiba di pos 1 saat pukul 11.15. Jauh lebih cepat dibanding saat ikut TDP sebelumnya yang tiba di sana kira-kira pukul 1 siang.
Nasi timbel dengan lauk ayam goreng dan bihun yang disediakan panitia terasa sangat nikmat di lidah. Selera saya banget.. Makan siang dan istirahat sebentar saya lalu kembali melanjutkan perjuangan. Masih 50 km lagi dengan kontur tanjakan yang harus di libas di depan sana.
Istirahat sebentar untuk menunaikan sholat di salah satu mushola pinggir jalan saya gunakan untuk mengabarkan orang rumah posisi terakhir saya. Kabar baiknya kondisi badan masih fit. Sedikit kabar buruknya ada WA masuk yang mengabarkan kerabat dekat sedang masuk ICU RS Gatot Subroto Jakarta. Semua membuat saya bertekad untuk meyelesaikan TDP ini sebelum jadwal bis terakhir berangkat ke terminal kampung rambutan. Melenceng dari rencana awal saya untuk menginap semalam di pantai lalu gowes wisata bersama rekan KGC.
Perjalanan berlanjut dengan segala pain and gainnya. Pain nya adalah saat muncul gejala kram di paha lalu saya akan berhenti sebentar untuk merenggangkan otot. Gain nya adalah saat suguhan pemandangan bukit dan sawah menghijau nun jauh di tepi jalan dan penduduk setempat yang ramah menyemangati para peserta.
Jam di tangan sudah pukul 2.45 saat akan melewati tanjakan emplak yang terpanjang (4km) dan tertinggi puncaknya (150m), segmen paling ekstrem di rute TDP ini.
Pada saat saya akan memasuki tanjakan emplak ternyata rekan-rekan goweser KGC sudah banyak yang tiba di finish. Luar biasa sekali master-master tersebut. Banyak ilmu dan motivasi yang saya dapat dari mereka. Tambahan suntikan semangat dari grup WA KGC membuat saya bisa mencapai puncak tanjakan emplak saat jam sudah pukul 3.15 sore. Garis finish masih 15 km lagi. Tapi tinggal turun ke bawah lalu sampai di segmen landai jalan Pangandaran.
Turunan emplak yang panjang berkelok dan asyik itu tidak dapat saya maksimalkan kecepatan si Patrol karena banyaknya kendaraan yang perlahan melewati turunan emplak yang berkelok. Tapi tak mengapalah tak dapat keuntungan maksimal saat menurun, keselamatan tetaplah yang utama.
Sesampai di jalan Pangandaran, tujuh km menjelang finish lapar melanda. Entah kenapa perut terasa lapar sekali saat itu. Adanya warung-warung bakso dan mie ayam di sepanjang jalan mungkin memicu efek lapar ini. Mulai dari lapar mata lalu turun ke perut. Aroma kuah bakso dan tumpukan pentol-pentol bakso urat di gerobak benar-benar merusak mood dalam memacu sepeda saya sore itu. Akhirnya saya tergoda, menyerah dan mampir sejenak untuk memuaskan perut yang lapar ini. Semangkok bakso urat pun habis dengan cepat. Secepat kayuhan lanjutan saya menuju titik finish di pantai Pangandaran.
Alhamdulillah pukul 4 sore saya sampai titik finish. Lebih cepat dari catatan TDP saya sebelumnya. Persis seperti kata pembalap 3 kali juara Tour de France Greg leMond: ” It never gets easier, you just faster”. Kilometer dan tanjakannya tidak menjadi lebih mudah. Kita hanya menjadi lebih cepat, lebih baik, di rute yang sama.
Swafoto narsis seperlunya di spot finish yang disediakan panitia dan tak lupa di depan tulisan Pangandaran Sunset, rasanya puas dan pupus semua lelah sepanjang jalan tadi. Saya lalu berkumpul kembali dengan rekan-rekan KGC dan memberitahukan rencana saya untuk langsung menuju terminal pangandaran dan pulang ke rumah. Om Broto dengan baik hati menawarkan untuk membawa sepeda saya di mobilnya sehingga saya dapat segera pulang sore itu menggunakan bis malam. Memang semboyan satu sepeda sejuta sahabat sangat terasa di dunia gowes deh, bukan sekedar jargon. Setelah menghaturkan beribu-ribu terima kasih atas tawarannya. Saya pun membenahi sepeda agar bisa segera masuk ke dalam mobil om Broto.
Tanpa sempat mandi dan berganti pakaian saya pun menuju terminal pangandaran dengan “memaksa” pemuda setempat untuk menjadi ojek dadakan saya. Saat tiba di terminal, bis Merdeka keberangkatan pukul 6 sore sudah siap menunggu dengan beberapa goweser TDP8 sudah di dalamnya. Bis pun berangkat sesuai jadwal. Suara keras dari sound sistem bis yang memutar video organ tunggal dangdut tetap tidak dapat menghalau kantuk di kepala dan saya pun tertidur. Setelah 10 jam di atas bis. Saya pun menjejakkan kaki di terminal kampung rambutan pada jam 4 pagi. Alhamdulillah tiba di rumah sebelum adzan subuh berkumandang. Kali ini terasa sekali TDP8 sebagai perjuangan melintasi kota bagi saya. Beberapa moment yang sempat saya rekam kiranya pembaca ijinkan saya untuk berbagi di bawah ini. Dan akhirnya..sampai jumpa di TDP berikutnya. Semoga Allah berikan saya kesehatan dan kemampuan untuk mengikutinya lagi. Salam gowes.










Pemandangan indah sejauh mata memandang.







Wah… keren TDP 2017, jadi pengen ikut hehe
SukaSuka
Keren pake banget lah. Kenduriannya goweser indonesia ini mah.
SukaSuka
waooo amazing ommm……
salam kenal saya salah satu peserta dai depok 2..meraskana takjakan tango 9tanjakan berkelok tembus hutan dan ghoib…..ronbongan kami kocar kacir di sini hehehehehehe..kamlum pemula persiapan ngepres….tapi di bayar lunas dengan turunan berkesan wussssssss
SukaSuka
Benar-benar ajib ya tanjakan dan turunannya ngemplak. Kelak keloknya gak ada abis. Sayang saya ketahan sama kepadatan kendaraan di depan saat menurun. Dan salam kenal kembali om
SukaSuka
daru dlu pengen gowes tp gk jadi-jadi
SukaSuka
Jangan kapok dengan hasratnya..untuk sehat bisa seharga sepeda loh. Tapi sakit bisa mahal sekali harganya.
SukaSuka
Tabea… Salam kenal dari Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Terima kasih,-
SukaSuka
salam kenal kembali om
SukaSuka